Selasa, 02 Mei 2023

10 Hal yang Saya Sesali selama Sekolah

Pada hari ini, Senin, 2 Mei 2023 Indonesia memeringati Hari Pendidikan. Senin adalah hari paling menyebalkan bagi siswa, karena ada upacara. Sudah panas, lama lagi. Membosankan. Sesi yang paling tidak mengenakkan, yaitu pidato. 

Anda tahu ekstrakulikuler apa yang saya pilih ketika SMA? PMR (Palang Merah Remaja). Mengapa saya pilih itu? Biar siap siaga di belakang peserta upacara tanpa kepanasan. Sayangnya, saya tidak lolos seleksi. Mungkin karena tujuan tidak baik saya itu. Aslinya, saya memilih ekskul itu bukan karena itu, tetapi karena suka dunia medis saja, walau tidak bercita-cita menjadi dokter atau sejenisnya. 

Sekadar informasi, dahulu angkatan saya di SMA jadi bahan percobaan kurikulum baru. Alhamdulillahnya cuma satu semester. 

Saya dahulu memilih jurusan IPS. Saat kelas tiga, saat mau ujian, ada pilihan makul. Sebenarnya saya ingin memiliki sosiologi, karena banyak temannya. Saat itu Sosiologi memang paling unggul. Sayangnya, teman-teman saya mendorongku untuk ikut Ekonomi. Ini kebalikannya Sosiologi, paling minim peminatnya. Sebenarnya gurunya baik. Tetapi materinya itu, lo. Akhirnya, ya memilih Ekonomi, dengan terpaksa. Setidaknya tidak punya banyak saingan. 

SD dan SMP saya? 

Rahasia ..., ha ha ha. 

Daripada penasaran dengan masa kecil saya, lebih baik saya langsung ke intinya. Berkaitan dengan pendidikan, sepuluh hal yang saya sesali selama sekolah, meliputi:

1. Tidak belajar sebelum diajar

Saat dipikir-pikir, ternyata belajar sebelum diajar sangat bermanfaat. Contohnya, bisa menjawab pertanyaan guru, bisa bertanya yang belum dimengerti dengan pertanyaan lebih kritis, dan bisa menyanggah. 

2. Kurang memperhatikan guru

Tidak jarang saya kurang memperhatikan penjelasan guru. Ya seperti karena kurang suka mapelnya, kurang suka gurunya, dan kurang suka cara mengajarnya. Andai saja aku memperhatikan guru dengan baik, mungkin saya lebih pintar, nilai-nilai saya lebih bagus, lebih disenangi guru, dan lebih banyak pahala yang  saya dapat. 

Dahulu juga ada guru yang memberi hadiah uang jika bisa menjawab dengan benar pertanyaannya. Terbesar Rp50.000 kalau tidak salah. Buat beli soto, bisa dapat sepuluh tuh.  

3. Takut bertanya

Sering kali saya ingin menanyakan sesuatu kepada guru, tetapi urung. Dadaku berdebar saat ingin mengajukan pertanyaan. Takut ada yang membatin, misal Gitu saja tanya, Ya ampun, bodohnya temanku, dan Sok aktif. 

4. Tidak segera mengerjakan tugas

Kalau diingat-ingat, sepertinya saya jarang segera mengerjakan tugas. Padahal dengan segera mengerjakan tugas, nilai saya bisa lebih baik dan waktu berharga saya tidak banyak yang hilang secara sia-sia. 

5. Kurang aktif dalam mengerjakan tugas kelompok

Karena kurang pintar, saya jadi kurang berpartisipasi dalam mengerjakan tugas. Jika saya lebih aktif, saya tidak akan merasa merepotkan anggota kelompok, bisa lebih menyenangkan anggota kelompok, dan lebih merasa pantas mendapat nilai kelompok. 

6. Tidak mempelajari kembali materi yang telah diajarkan

Belajar sebelum dan sesudah diajarkan sama-sama penting. Dahulu saya pernah mempelajari kembali materi yang telah diajarkan. Satu mapel. Saat mendapat tugas, nilai saya tertinggi di kelas. Namun, saat mendapat tugas lagi, nilai saya kurang bagus, tidak tertinggi lagi dan tidak termasuk tinggi. Sebelum diberi tugas, saya tidak mempelajari materinya lagi. Sepertinya juga karena saya sombong karena nilai tugas pertama saya paling tinggi di antara teman sekelas saya. 

7. Tidak latihan untuk tugas praktik

Pernah suatu ketika saya dan teman sekelas saya belajar memainkan alat musik keyboard. Setelah sehari belajar dan diberi tugas memencet keyboard sambil menyanyikan lagu Ibu Kita Kartini, saya membuat keyboard dari karton setebal karton mie. Saya sederhanakan hanya ada dua doremifasolasido. Saya latihan dengan itu. Alhamdulillah, saat penilaian, saya mendapat nilai yang lumayan. Sebenarnya suara saya fales dan lumayan kesulitan memencet keyboard sambil menyanyi. 

Tugas selanjutnya sama, tetapi tingkat kesulitan lebih sulit tugas kedua. Saya juga tidak latihan dengan keyboard kardus buatan saya. Saat penilaian, nilai saya kurang bagus dari tugas pertama. Entah mengapa saya merasa itu disebabkan karena saya tidak latihan dengan keyboard saya. 

8. Menyontek

Jujur, selama SD, saya tidak pernah menduduki peringkat sepuluh besar. Setelah lulus, saya ingin meraihnya. Bukan hanya ingin peringkat sepuluh besar, tetapi juga ingin mendapat hadiah, meskipun berupa buku seperti saat SD. 

Ketika UTS kelas VII semester satu, saya menyontek. Tindakan saya ketahuan oleh seorang teman sekelas yang duluan keluar ruang ujian. Laki-laki. Sebelumnya dia pernah berjongkok di hadapan saya saat pelajaran berlangsung, tetapi sangat ricuh. Karena saya takut dia ada perasaan pada saya dan mau menembak saya, saya tidak memedulikannya dengan mengajak bicara teman di belakang saya. 

Saat dia mengadukan tindakan curang saya, dia menyebutkan nama saya. "Putri nyontek, Bu." Begitu pengaduannya. Tentu saya kesal dengannya. Tetapi, sepertinya pengawas ujian tidak percaya dengannya. Buktinya, ketika hasil ujian dibagikan, saya bisa meraih peringkat sepuluh besar. Sayang, tidak mendapat hadiah. 

Sebenarnya bukan hanya karena kecewa karena harapan tidak sesuai ekspekstasi, tetapi berbuat curang juga tidak menunjukkan potensi kita. Kita bisa mendapat nilai bagus dari kecurangan, tetapi itu hanya kepalsuan, seperti orang yang memperoleh harta dengan korupsi. 

9. Tidak berani maju

Saya beri contoh kisah nyata, tetapi bukan saat pelajaran, ya. Dahulu ada seseorang yang akan memberikan laptop bagi siswa baru yang mau melafalkan pancasila. Karena akan didengar ribuan siswa baru, saya tidak berani berdiri, apalagi melangkah. Saya juga kurang yakin masih hafal pancasila. Hati saya masih bimbang, antara memberanikan diri atau melupakan hadiah itu. 

Tiba-tiba ada seorang siswa yang berani maju. Siswa baru dari Papua. Sebelum melafalkan pancasila, pemberi hadiah memintanya memperkenalkan diri. Ini juga yang membuat saya takut maju, muka dan nama saya akan banyak dikenali. Andai saya cantik. 

Walau ada yang salah, siswa baru berjenis kelamin laki-laki itu tetap mendapat laptop. Saat melafalkan, dia juga diminta memperbaiki yang salah. Tahu begitu, saya maju. Namun, nasi sudah jadi bubur, vas sudah pecah, hanya penyesalan yang menghinggapi jiwa saya di masa depan. 

Jika kita berani maju, ini bisa menambah nilai mapel kita. Sebagai nilai keaktifan. 

10. Buru-Buru Pulang saat Ujian

Ada film bagus yang tayang saat saya sedang ujian sekolah. Jam tayangnya sebelum waktu ujian berakhir. Selama filmnya masih bersambung, saya berusaha keras mengerjakan tugas sebelum filmya dimulai. Namun, hari-hari tertentu saya terlambat pulang. Saat itu angkutan masih ada, sehingga tidak perlu menunggu jemputan. Jemputan bisa lebih lama datang dibanding naik angkutan. Hubungi dahulu, menunggu orang yang jemput persiapan, perjalanan orang jemput, dan perjalanan saya pulang. Belum lagi jika ada sesuatu jika jemputan sampai di sekolah. 

Senin, setelah selesai ujian, filmnya masih bersambung. Saya tidak bisa pulang sebelum film dimulai karena jadwal remidi. Saya jadi kepikiran/penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Ini juga karena tokoh utamanya sama dengan namaku dan lawan mainnya keren/ganteng.

Saya menyesal menonton dan kepikiran saat itu karena kemudian film itu diputar kembali saat saya libur sekolah. 

Ya, itulah beberapa hal yang membuat saya menyesali hal yang tidak saya lakukan selama sekolah. Sebenarnya masih ada yang lainnya. Namun, cukup sebanyak itu saya jabarkan aib saya. Aib sejumlah murid baru di film Laskar Pelangi di atas tidaklah masalah saya sebar. Aib yang lain yang kurang pantas diumbar, biar saya, Tuhan, dan orang-orang tertentu saja yang simpan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belilah Khamr

Pada suatu hari ada dua orang yang berpakaian tertutup—hanya menampakkan area mata—datang ke sebuah rumah. Orang yang berbulu mata lentik me...